Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia. Demikian pula, prinsip-prinsip itu sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masing – masing masyarakat. Bisnis Jepang akan sangat dipengaruhi oleh sistem nilai masyarakat Jepang. Eropa dan Amerika Utara akan sangat dipengaruhi oleh sistem nilai masyarakat tersebut dan seterusnya. Demikian pula, prinsip – prinsip etika bisnis yang berlaku di dindonesia akan sangat dipengaruhi oleh sistem nilai masyarakat kita. Namun, sebagai etika khusus atau etika terapan, prinsip-prinsip etika yang berlaku dalam bisnis sesungguhnya adalah penerapan dari prinsip etika pada umumnya. Disini secara umum dapat dikemukakan beberapa prinsip etika bisnis tersebut.
A.
Prinsip Otonomi
Prinsip otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia
untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa
yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Untuk bertindak secara otonom,
diandaikan ada kebebasan untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan
keputusan yang menurutnya terbaik itu. Kebebasan adalah unsur hakiki dari
prinsip otonomi ini. Dalam etika, Kebebasan adalah prasyarat utama untuk bertindak
secara etis, karena tindakan etis adalah tindakan yang, dalam bahasa kant,
bersumber dari kemauan baik serta kesadaran pribadi. Hanya karena seseorang
mempunyai kebebasan, ia bisa di tuntut untuk bertindak secara etis. Namun,
kebebasan saja belum menjamin bahwa seseorang bertindak membabi buta tanpa
menyadari apakah tindakannya itu baik atau tidak. Karena itu otonomi juga
mengandalkan adanya tanggung jawab. Ini unsur lain lagi yang sangat penting
dari prinsip ekonomi. Orang yang otonom adalah orang yang tidak saja sadar akan
kewajibannya dan bebas mengambil keputusan dan tindakan berdasarkan apa yang
dianggapnya baik, melainkan juga adalah orang yang bersedia
mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya serta dampak dari keputusan
dan tindakannya itu, kalau seandainya bertentangan, dia sadar dan tahu
mengapa tindakan itu tetap diambilnya kendati bertentangan dengan
nilai dan norma moral tertentu. Sebaliknya, hanya orang yang bebas dalam
menjalankan tindakannya bisa dituntut untuk bertanggung jawab atas tindakannya.2
Ini unsur – unsur yang tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya. Dan
kesediaan bertanggung jawab ini disebut sebagai kesediaan untuk mengambil titik
pangkal moral. Artinya dengan sikap dan kesediaan untuk bertanggung jawab dan
mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakan yang diambil bisa dimungkinkan
proses pertimbangan moral.3Atau di rumuskan secara lain, kesediaan
bertanggung jawab merupakan ciri khas dari mahluk bermoral. Orang yang bermoral
adalah orang yang selalu bersedia untuk bertanggung jawab atas tindakannya.
Otonomi dengan unsur diatas merupakan prinsip yang sangat penting.
Pertama, Dengan otonomi pelaku bisnis dan karyawan dalam
perusahaan manapun tidak lagi diperlakukan sebagai sekadar tenaga yang
dieksploitasi sesuai kebutuhan bisnis dan demi kepentingan bisnis. Dengan kata
lain, dengan otonomi para pelaku bisnis benar – benar menjadi subyek moral yang
bertindak secara bebas dan bertanggung jawab atas tindakannya. Ini berarti
sebagai subyek moral tidak lagi sekedar bertindak dan berbisnis seenaknya
dengan merugikan hak dan kepentingan pihak lain.
Kedua, Otonomi juga memungkinkan inovasi, mendorong
kreativitas, meningkatkan produktivitas, yang semuanya akan sangat
berguna bagi bisnis modern yang terus berubah dalam persaingan yang ketat.
Ketiga, dengan prinsip otonomi, tanggung jawab moral juga
tertuju kepada semua pihak terkait yang berkepentingan (skateholders).
B.
Prinsip Kejujuran
Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa
ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan
berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran.
Pertama, jujur dalam pemenuhan
syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kejujuran ini sangat penting artinya bagi
masing – masing pihak dan sangat menentukan relasi dan kelangsungan bisnis
masing-masing pihak selanjutnya. Karena seandainya salah satu pihak berlaku
curang dalam memenuhi syarat-syarat perjanjian tersebut, selanjutnya tidak
mungkin lagi pihak yang dicurangi itu mau menjalin relasi bisnis dengan pihak
yang curang tadi.
Kedua, kejujuran dalam penawaran barang
atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Dalam pasar yang terbuka dengan
barang dan jasa yang beragam dan berlimpah ditawarkan kedalam pasar, dengan
mudah konsumen berpaling dari satu produk ke produk yang lain. Maka cara-cara
bombastis, tipu menipu, bukan lagi cara bisnis yang baik dan berhasil.
Kejujuran adalah prinsip yang justru sangat penting dan relevan untuk kegiatan
bisnis yang baik dan tahan lama.
Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern
dalam suatu perusahaan. Kejujuran dalam perusahaan adalah inti dan kekuatan
perusahaan itu. Perusahaan itu akan hancur kalau suaana kerja penuh dengan
akal-akalan dan tipu-menipu. Kalau karyawan diperlakukan secara baik dan
manusiawi, diperlakukan sebagai manusia yang punya hak-hak tertentu, kalau
sudah terbina sikap saling menghargai sebagai manusia antara satu dan yang
lainnya, ini pada gilirannya akan terungkap keluar dalam relasi dengan
perusahaan lain atau relasi dengan konsumen. Selama kejujuran tidak terbina dalam
perusahaan, relasi keluar pun sulit dijalin atas dasar kejujuran.
C. Prinsip Keadilan
Menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama
sesuai dengan aturan yang adil, serta dapat dipertanggung jawabkan.
Keadilan menuntut agar setiap orang dalam kegiatan bisnis perlu di
perlakukan sesuai dengan haknya masing-masing dan agar tidak boleh ada pihak
yang dirugikan hak dan kepentingannya.
D. Prinsip
Saling Menguntungkan (mutual benefit principle)
Menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa
sehingga menguntungkan semua pihak. Kalau prinsip keadilan menuntut agar tidak
boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya, prinsip saling
menguntungkan secara positif menuntut hal yang sama, yaitu agar semua pihak
berusaha untuk saling menguntungkan satu sama lain. Prinsip ini terutama
mengakomodasi hakikat dan tujuan bisnis. Karena anda ingin untung dan saya pun
ingin untung, maka sebaliknya kita menjalankan bisnis dengan saling
menguntungkan. Maka, dalam bisnis yang kompetitif, prinsip ini menuntut agar
persaingan bisnis haruslah melahirkan win-win situation.
E.
Prinsip Integritas Moral
Terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri
pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap
menjaga nama baik pimpinan atau orang-orangnya maupun perusahaannya. Dengan
kata lain prinsip ini merupakan tuntutan dan dorongan dari dalam diri pelaku
dan perusahaan untuk menjadi yang terbaik dan dibanggakan. Dan itu tercermin
dalam seluruh perilaku bisnisnya dengan siapa saja, baik keluar maupun kedalam
perusahaan.
Dari semua prinsip diatas, Adam Smith akan
menganggap prinsip keadilan sebagai prinsip yang paling pokok. Menurut Adam
Smith Prinsip no harm, prinsip keadilan, (tidak merugikan hak dan
kepentingan orang lain), tanpa prinsip ini bisnis tidak bisa bertahan.
Hanya karena setiap pihak menjalankan bisnisnya dengan tidak merugikan pihak
manapun, bisnis itu bisa berjalan dan bertahan.
Tentu saja prinsip lain pun sangat penting bagi
kelangsungan bisinis. Tapi yang menarik pada prinsip no harm adalah
bahwa pada tingkat tertentu dalam prinsip ini telah terkandung semua prinsip
etika bisnis lainnya. Dalam prinsip no harm sudah dengan
sendirinya terkandung prinsip kejujuran, saling menguntungkan, otonomi
(termasuk kebebasan dan tanggung jawab), integritas moral. Jadi, Prinsip no
harm punya jangkauan yang luas mencakup banyak prinsip lainnya. Prinsip no
harm juga diterapkan menjadi hukum tertulis yang demikian menjadi pegangan
dan rujukan konkrit dengan sanksinya yang jelas bagi semua pelaku ekonomi.Jadi
prinsip ini pada akhirnya menjadi lebih pasti, tidak hanya karena dijabarkan
dalam berbagai aturan perilaku bisnis yang konkret (perilaku mana saja yang
dianggap merugikan dan karena itu dilarang) melainkan juga karena didukung oleh
sanksi dan hukuman yang tegas. Dengan kata lain, pada akhirnya prinsip
ini menjadi dasar dan jiwa dari semua aturan bisnis dan sebaliknya semua
praktek bisnis yang bertentangan dengan prinsip ini harus dilarang. Maka,
misalnya monopoli, kolusi, nepotisme, manipulasi, hak istimewa, perlindungan
politik dan seterusnya harus dilarang karena bertentangan dengan prinsip no
harm yaitu karena semua praktek tersebut pada akhirnya merugikan pihak
tertentu: ada pelaku ekonomi yang tersisih secara tidak fair, konsumen
dipaksa untuk membayar harga yang lebih mahal, konsumen ditipu, dan seterusnya.
Demikian pula undang undang atau peraturan mengenai lingkungan
hidup,iklan,karyawan, semuanya berintikan prinsip no harm ini.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar